Bincang hangat dengan Ahmad Khoirul membahas isu konspirasi global yang mengekang kemerdekaan atas kedaulatan pelabuhan Indonesia yang semuanya diungkap dalam buku karya terbarunya.
Acara bedah buku diadakan di Sanggar Maos Tradisi Sleman – Jogjakarta, tepatnya 15 Agustus 2018.
Bedah buku yang berjudul “Melawan Konspirasi Global di Teluk Jakarta” , karya Ahmad Khoirul ini berisi fakta yang benar-benar membuka mata kita.
Buku ini berisi hal mengejutkan yang mengupas tuntas kondisi dari Pelabuhan Petikemas Tanjung Priok dan Koja secara mendetail. Menyajikan fakta dari sumber riset dan wawancara langsung.
Tujuan dari penulisan buku ini tidak lain adalah untuk mengingatkan kita, sebagai masyarakat, bahwa pelabuhan adalah aset nasional yang harus dijaga dan dikelola oleh anak bangsa.
“Konspirasi di JICT merugikan negara hingga trilyunan”, jelas Ahmad Khoirul Fata, penulis buku ini, ungkapnya lagi “Kita punya sejarah panjang dalam mengelola laut, kok sekarang kita tidak mengelola sendiri, kenapa harus oleh orang lain”.
Apa negara tidak mampu mengelola pelabuhan Indonesia, yang notabene adalah gerbang ekonomi negara terhadap barang eksport import. Sehingga harus pihak asing yang mengelolanya, dengan buruh anak negeri yang jadi jongos dengan upah semau mereka?
Semua ini berkaitan dengan sistem outsourcing yang diterapkan dalam penerimaan pekerja di pelabuhan. Tetapi pada dasarnya sistem outsourcing ini memang paling disukai banyak perusahaan, karena mereka tidak perlu menganggarkan uang jaminan kesehatan, tunjangan hari raya atau semua yang berkaitan dengan kesejahteraan pegawai tetap.
Saya pernah mengalami dan menjadi pekerja outsourcing selama 5 tahun, di perusahaan nasional maupun perusahaan asing di kota Serang, Banten. Merasakan secara langsung bagaimana diskriminasi kami dapatkan sebagai pekerja dibandingkan pekerja asing yang mendapat upah lebih besar.
Dengan pendidikan S1 seharusnya bisa mendapat gaji setidaknya Rp. 4.500.000,- setiap bulan, tetapi hanya mendapat gaji yang dihitung harian dan dibayar 2x setiap bulan. Sedangkan pekerja asing dengan pendidikan setara SMU dengan keahlian seadanya bisa mendapat gaji Rp. 10.000.000 setiap bulan.
Perih banget loh merasakan secara langsung perlakuan seperti ini, kita kerja keras 10 jam sehari dengan jatah libur hanya 1 hari, wajib lembur 2 jam setiap hari dengan uang lembur hanya dihargai Rp. 10.000,- per jam.
Saat kita izin sakit atau telat datang, akan mendapat potongan sampai Rp. 50.000,- perhari kerja. Kalau dibayangkan, kok saya mau ya bertahan 5 tahun kerja dengan sistem seperti ini? Jawabannya hanya 1, karena pemerintah tidak menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat usia produktif.
Saya rasa yang saya alami tak jauh berbeda dengan apa yang mereka alami di pelabuhan. Senang sekali ada seseorang yang secara gamblang mau mengungkap konspirasi global yang merugikan negara ini.
Buku yang jujur bicara tentang amburadulnya pengelolaan aset negara paling penting yakni Pelabuhan.
Sudah seharusnya JICT dikelola dengan lebih profesional, transparan dan berpihak pada kepentingan
nasional untuk memajukan sektor logistik dan maritim. Bukan sebaliknya menjadi bom waktu karena
masuk perangkap utang dan permainan investor asing.
–Bima Yudhistira, INDEF (The Institute for Development of Economics and Finance).
Semoga mereka yang duduk di kursi pemerintahan mau membuka mata mereka terhadap kejahatan yang terus merugikan negara. Berharap mereka mau baca buku “Melawan Konspirasi Global di Teluk Jakarta” , karya Ahmad Khoirul agar bisa mengembalikan kedaulatan kemaritiman NKRI .
Sedihnya mba perlakuan ini memang miris. Gaji kita dianggap sudah cukup karena tidak kompeten. Padahal yang lebih baik dari tenaga asing jelas banyak
You are my intake, I ⲣossess few blogs and oftern run out fгom post :
). “Actions lie louder than words.” by Carolyn Wеlls.